Senin, 23 Oktober 2023

BAB IX : SURI TELADAN TOKOH ISLAM DI INDONESIA

 A. Kiai Kholil al-Bangkalani

1.      Biografi Kiai Kholil al-Bangkalani Muhammad Kholil atau biasa dipanggil Kiai Kholil Bangkalan lahir pada tahun 1820 dan wafat pada tahun 1925. Beliau ialah seorang ulama yang cerdas dari kota Bangkalan, Madura. Beliau telah menghafal al-Qur`an dan memahami ilmu perangkat Islam seperti nahwu dan sharaf sebelum berangkat ke Makkah. Beliau pertama kali belajar pada ayahnya, Kiai Abdul Lathif. Lalu belajar kitab ‘Awamil, Jurūmīyah, ‘Imrīthī, Sullam al-Safīnah, dan kitab-kitab lainnya kepada Kiai Qaffal, iparnya. Kemudian beliau melanjutkan belajar pada beberapa kiai di Madura yaitu Tuan Guru Dawuh atau Bujuk Dawuh dari desa Majaleh (Bangkalan), Tuan Guru Agung atau Bujuk Agung, dan beberapa lainnya sebelum berangkat ke Jawa.

2.      Teladan dari Kiai Kholil al-Bangkalani

a.       Pantang menyerah dan senantiasa berusaha

Kiai Kholil ialah seorang yang selalu berusaha dan tidak mudah menyerah pada keadaan. Hal ini terbukti saat di Jawa, Kholil tak pernah membebani orang tua atau pengasuhnya, Nyai Maryam. Beliau bekerja menjadi buruh tani ketika belajar di kota Pasuruan. Beliau juga bekerja menjadi pemanjat pohon kelapa ketika belajar di kota Banyuwangi. Dan beliau menjadi penyalin naskah kitab Alfiyah Ibn Malik untuk diperjual belikan ketika belajar di Makkah. Setengah dari hasil penjualannya diamalkan kepada guru-gurunya

b.      Ketulusan dalam beramal

Ketika ada sepasang suami-istri yang ingin berkunjung menemui Kiai Kholil, tetapi mereka hanya memiliki “Bentol”, ubi-ubian talas untuk dibawa sebagai oleh-oleh. Akhirnya keduanya pun sepakat untuk berangkat. Setelah tiba di kediaman pak kiai, Kiai Kholil menyambut keduanya dengan hangat. Mereka kemudian menghaturkan bawaannya dan Kiai Kholil menerima dengan wajah berseri-seri dan berkata, “Wah, kebetulan saya sangat ingin makan bentol”. Lantas Kiai Kholil meminta “Kawula”, pembantu dalam bahasa jawa untuk memasaknya. Kiai Kholil pun memakan dengan lahap di hadapan suami-istri yang belum diizinkan pulang tersebut. Pasangan suami-istri itu pun senang melihat Kholil menikmati oleh-oleh sederhana yang dibawanya

 

B.     B. Kiai Hasyim Asy’ari

1.      Biografi Kiai Hasyim Asy’ari

Muhammad Hasyim bin Asy’ari bin ‘Abdil-Wahid bin ‘Abdil-Halim bin ‘Abdil-Rahman bin ‘Abdillah bin ‘Abdil-‘Aziz bin ‘Abdillah Fattah bin Maulana Ishaq atau kerap dipanggil dengan Kiai Hasyim dilahirkan pada tanggal 2 Dzulqa’dah 1287/14 Februari 1871 di Desa Gedang, Tambakrejo, Jombang, Jawa Timur. Beliau lahir di pesantren milik kakeknya dari pihak ibu, yaitu Kiai Usman yang didirikan pada akhir abad ke 19. Beliau adalah anak ketiga dari pasangan Halimah yang silsilahnya sampai pada Brawijaya VI dan Ahmad Asy’ari yang silsilahnya sampai pada Joko Tingkir.

2.      Teladan dari Kiai Hasyim Asy’ari

a.       Berkhidmah Kepada Guru

b.      Berkhidmat pada Negara Kesatuan Republik Indonesia

c.       Pendidikan Pesantren Karakter Kebangsaan

 

C.     C. Kiai Ahmad Dahlan

1.      Biografi Kiai Ahmad Dahlan

Muhammad Darwis atau Kiai Ahmad Dahlan lahir pada 1 Agustus 1868 di Kampung Kauman, Yogyakarta, anak ke-4 dari pasangan Kiai Haji Abu Bakar bin Haji Sulaiman dengan Siti Aminah binti Kiai Haji Ibrahim. Sejak kecil beliau sudah terlihat sebagai anak yang cerdas dan kreatif. Beliau mampu mempelajari dan memahami kitab yang diajarkan di pesantren secara mandiri. Beliau dapat menjelaskan materi yang dipelajarinya dengan rinci, sehingga orang yang mendengar penjelasannya mudah untuk mengerti dan memahaminya. Beliau juga sudah mampu membaca al-Qur`an dengan tajwidnya pada usia 8 tahun.

2.      Teladan dari Kiai Ahmad Dahlan

a.       Menciptakan Masyarakat Islam yang Sejahtera

Kiai Ahmad Dahlan dalam menciptakan masyarakat Islam yang sejahtera menekankan pada bentuk-bentuk pelayanan. Hal ini terlihat pada beberapa sekolah, panti asuhan, rumah sakit dan penerbit. Pernah jamaah bertanya kepada beliau, “Kenapa Kiai membahas Surah al-Maun dilakukan berulang-ulang?“. Beliau menjawab, “Saya tidak akan berhenti menyampaikan Surah itu sebelum anda terjun kemasyarakat mencari orang-orang yang perlu ditolong”.

b.      Ilmu pengetahuan dan agama adalah pengikat kehidupan manusia

Kiai Ahmad Dahlan menjelaskan bahwa setiap manusia memiliki perasaan yang sama. Perasaan yang sama inilah yang akan membawa manusia pada kemajuan dan peradaban. Perasaan yang sama ini timbul sebab dua alasan yaitu berasal dari satu keturunan yaitu Adam dan Hawa dan tujuan kedamaian dan kebahagiaan dalam kehidupan. Menurutnya, jika belum timbul perasaan yang sama, maka lakukan tiga hal yaitu menganggap ilmu pengetahuan itu penting untuk dipikirkan, mempelajari ilmu pengetahuan dengan serius dan cermat, dan mengatur kehidupan dengan instrumen al-Qur`an.

BAB VIII : ETIKA DALAM ORGANISASI DAN PROFESI

A. Pengertian dan Etika Organisasi

1.      Pengertian Organisasi

Secara bahasa organisasi berasal dari bahasa Yunani organon yang berarti alat bantu atau instrumen. Apabila dilihat dari asal katanya, organisasi berarti alat bantu yang sengaja didirikan atau diciptakan untuk membantu manusia memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan-tujuannya. Secara istilah organisasi adalah sistem sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan aturan yang telah dibuat dan disepakati bersama untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi memiliki beberapa unsur yaitu,

1) Tujuan suatu organisasi ialah untuk menghasilkan barang dan pelayanan. Organisasi non profit, sebagai contoh: menghasilkan pelayanan dengan keuntungan masyarakat, seperti pemeliharaan kesehatan, pendidikan, proses keadilan, dan pemeliharaan jalan. Bisnis menghasilkan barang konsumsi dan pelayanan seperti mobil, perumahan, dan wahana rekreasi.

2) Pembagian kerja adalah sebuah proses melaksanakan pekerjaan ke dalam suatu komponen kecil yang melayani tujuan organisasi dan untuk dilakukan oleh individu atau kelompok. Pembagian kerja ini berlangsung untuk memobilisasi organisasi dalam pekerjaan banyak orang untuk mencapai tujuan umum dari organisasi.

3) Hirarki kewenangan adalah hak untuk bertindak dan memerintah pribadi orang lain. Hal itu menunjukkan terkoordinirnya sebuah organisasi untuk menjamin hasil pekerjaan mencapai tujuan organisasi.

4) Sumber daya. Di sini sumber daya yang dimaksudkan adalah kumpulan orang yang beraktivitas untuk mencapai tujuan organisasi.

 

2. Etika Dalam Berorganisasi

a. Memiliki niat dan tujuan yang mulia

Sebuah organisasi pasti didirikan karena ada niat dan tujuan. Niat dan tujuan didirikan organisasi ini sangat menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam organisasi meskipun nantinya keberlangsungan organisasi akan bergantung pada etos individu dan kelompok dalam organisasi. Jikalau niat dan tujuannya mulia, maka dibentuknya organisasi akan lebih bermanfaat sesuai dengan niat dan tujuannya.

b.    Amanah

Seseorang dalam organisasi haruslah memiliki sikap amanah dalam mengemban tugas. Dengan adanya sikap amanah, pembagian tugas yang dilakukan oleh pembina organisasi menjadi lebih optimal. Sikap ini menimbulkan kepercayaan organisasi menjadi lebih tumbuh sehingga pemberi dan pelaksana tugas akan lebih ulet dalam tindakan

c.    Saling tolong-menolong

172 Dalam organisasi, pembagian tugas merupakan suatu unsur signifikan untuk mencapai tujuan dalam organisasi. Oleh karena itu sikap saling-tolong menolong merupakan sikap yang wajib dilakukan dalam organisasi.

d.   Berkomunikasi dengan baik Untuk menjalankan organisasi yang baik, hubungan antar individu dan kelompok dalam organisasi pun juga harus baik. Hubungan baik dapat ditumbuhkan dan dijaga dengan komunikasi yang baik.

 

B.B. Pengertian dan Etika Profesi

1.      Pengertian Profesi Dalam KBBI, istilah profesi dimaknai dengan pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu. Menurut De George, profesi ialah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. Dalam Islam, profesi ialah segala aktivitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu dan di dalam mencapainya dia berupaya dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti pengabdiannya kepada Allah Swt.

2.      Etika Dalam Berprofesi

a.       Memegang amanah dan mentaati perintah pimpinan

Dalam berprofesi, ada juga pembagian kerja dan hirarki wewenang seperti halnya organisasi. Beberapa orang atasan baik manajer atau kepala divisi merupakan pemegang wewenang yang tinggi dalam profesi. Mereka adalah memiliki wewenang untuk mengatur, mengawasi, dan menilai pelaksanaan kerja.

b.      Etos kerja yang tinggi Etos kerja adalah doktrin tentang kerja yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang sebagai hal yang baik dan benar dan mewujud nyata secara khas dalam perilaku kerja mereka. singkatnya etos kerja adalah motivasi dan dorongan untuk bekerja. Apabila seseorang memiliki etos kerja yang tinggi, maka pelaksanaan kerja akan menjadi lebih maksimal. Selain itu, etos kerja ini menjadi alasan kuat mengapa seseorang melakukan pekerjaan.

c.       Prinsip yang kokoh dalam profesi

BAB VII : RAGAM SIKAP TERCELA

A.    Fitnah

1.      Pengertian Fitnah

Dalam percakapan sehari-hari, fitnah digunakan untuk tuduhan yang dilontarkan kepada seseorang dengan maksud menjelek-jelekkan atau merusak nama baik orang tersebut, padahal ia tidak pernah melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya. Dalam KBBI, fitnah berarti perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang, seperti menodai nama baik atau merugikan kehormatan orang lain. Kata fitnah berasal dari bahasa Arab, asal katanya adalah fatana dalam bentuk fi‘il, yang artinya adalah cobaan dan ujian. Ibn Manẓūr menjelaskan bahwa fitnah adalah al-ibtilā’ (bala), al-imtiḥān (ujian), dan al-ikhtibār (cobaan). Ibrāhīm al-Abyārī menjelaskan bahwa fitnah berarti menguji dengan api, cobaan, kegelisahan dan kekacauan pikiran, azab, dan kesesatan. Mahmud Muhammad al Khazandar, fitnah adalah sesuatu yang menimpa, individu atau golongan berupa kebinasaan atau kemunduran tingkatan iman atau kekacauan dalam barisan Islam. Secara garis besar, kata fitnah mengandung makna ujian dan cobaan. Adapun fitnah yang akan dibahas pada bab ini adalah fitnah dalam bahasa Indonesia.

2.      Fitnah dalam Islam

Islam melarang perbuatan fitnah kepada umatnya. Perbuatan itu akan merenggangkan hubungan dengan orang lain. Perbuatan juga akan menyebabkan seseorang yang baik dan akan tercoreng citranya sehingga ia digunjing oleh orang lain. Selengkapnya, berikut ini beberapa dampak negatif dari perbuatan fitnah 


B.     Hoaks

1.      Pengertian Hoaks

Hoaks adalah berita bohong. Menyebarkan hoaks merupakan sikap tercela yang sering terjadi di zaman modern ini. Seringkali hoaks dibuat untuk menggiring pikiran manusia pada pandangan tertentu. Pandangan yang akan menyesatkan manusia dan menjauhkan mereka dari kebenaran berita. Orang yang menyebarkan hoaks ialah orang yang lemah imannya karena ia tetap menyebarkan hoaks meskipun mengetahui bahwa hoaks akan menimbulkan kekacauan atau karena ia tetap menyebarkan berita tanpa diklarifikasi kebenarannya dahulu.

2.      Hoaks dalam Islam

Islam melarang menyebarkan berita yang belum terbukti kebenarannya karena akan menimbulkan fitnah di mana-mana. Hoaks akan menjadikan seseorang menjadi tidak dipercaya lagi di masyarakat. Oleh karena itu hoaks harus benar-benar dijauhi oleh semua orang

 

C.     Adu Domba

1.      Pengertian Adu Domba

Adu domba juga disebut dengan namīmah. Dalam KBBI, adu domba adalah menjadikan berselisih di antara pihak yang sepaham. Menurut al-Baghawi, adu domba adalah mengutip suatu perkataan dengan tujuan untuk mengadu antara seseorang dengan si pembicara. Menurut Imam al-Ghazali, adu domba adalah mengungkapkan sesuatu yang tidak suka untuk diungkap baik oleh orang yang mengungkapkan, orang yang diungkap, atau pun orang yang mendengar ungkapan tersebut, baik yang berupa perkataan maupun perbuatan, baik berupa aib atau pun pujian.

2.      Adu Domba dalam Islam

Islam melarang umatnya melakukan adu domba karena menghancurkan hubungan yang sudah terbangun kokoh sehingga perintah untuk saling mengenal dan saling berbuat baik akan ditinggalkan. Selain hubungan yang akan hancur, adu domba akan memberikan beberapa dampak negatif lainnya

 

D.    Mencari-cari Kesalahan Orang Lain

1.      Pengertian Mencari-cari Kesalahan Orang Lain

Mencari-cari kesalahan orang lain dalam bahasa Arab disebut dengan tajassus. Kata Lisan al-‘Arab, tajassus berarti mencari berita dan menyelidikinya. Secara istilah, kata tajassus berarti mencari-cari kesalahan orang lain dengan cara menyelidiki dan mematainya.

2.      Mencari-cari Kesalahan Orang Lain Dalam Islam

Perbuatan mencari-cari kesalahan orang lain merupakan perbuatan yang buruk dan dilaknat oleh Allah. Oleh karenanya kita harus menjauhi perbuatan tersebut. Selain itu, perbuatan mencari-cari kesalahan orang lain menimbulkan berbagai dampak negatif untuk pelaku dan korbannya

 

E.     Gosip (Ghibah)

1.      Pengertian Gosip (Ghibah)

Menurut bahasa, gosip (ghibah) berarti membicarakan keburukan orang lain. Ghibah berasal dari bahasa Arab dengan akar kata ghaaba berarti sesuatu yang tersembunyi dari mata. Secara istilah, ghibah adalah sesuatu pembicaraan dengan ketiadaan orang yang dibicarakan dan obyek pembicaraan tentang kekurangan atau aib seseorang dan orang tersebut tidak rela dengan pembicaraan itu. Menurut Ibnu Mas’ud, ghibah adalah menyebutkan apa yang diketahui pada orang lain, dan jika engkau mengatakan apa yang tidak ada pada dirinya berarti itu adalah kedustaan

2.      Gosip dalam Islam

Islam melarang umatnya melakukan gosip karena menghancurkan hubungan yang sudah terbangun kokoh. Perilaku gosip dapat berubah menjadi fitnah dan hoaks jika kabar itu tidak benar dan berubah lagi menjadi adu domba yang menghancurkan hubungan manusia. Di samping menghancurkan keharmonisan hubungan, perilaku gosip akan memberikan beberapa dampak negatif lainnya, yaitu

a.       Mendapat dosa yang lebih berat dari zina

b.      Dengan melakukan gosip, seseorang telah berbuat zalim kepada orang lain.

c. Orang-orang yang melakukan gosip tidak akan dimaafkan sebelum mereka meminta maaf kepada orang yang dibicarakan. 

BAB III : RAGAM PENYAKIT HATI

 A. Munafik (Nifāq) 

1. Pengertian Munafik (Nifāq) 

Nifāq berasal dari akar kata nāfaqa berarti munafik, menyembunyikan, berbohong, berpura-pura. Kata ini diambil dari kata nafiqā berarti salah satu lubang tikus, jika dicari melalui satu lubang, maka tikus itu akan lari dan mencari lubang lainnya. Kata Nifāq secara istilah adalah sikap menyembunyikan sesuatu di dalam hatinya karena tak ingin diketahui keberadaannya oleh orang lain sehingga menampakkan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam hatinya

2. Macam-Macam Perilaku Munafik (Nifāq) 

a. Nifāq ‘Amalī/ ‘Urfī 

Nifaq ‘amalī ialah sikap yang dimiliki seseorang dengan memperlihatkan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya sehingga dalam interaksi sosialnya dia sering berperilaku atau menampakkan tanda-tanda kemunafikan. Tanda-tanda kemunafikan adalah apabila seseorang berbohong dalam perkataannya, ingkar tehadap janjinya, dan khianat dari kepercayaan kepadanya.

b. Nifāq Īmānī / Syar’ī Nifāq Īmānī adalah suatu sikap yang dimiliki seseorang dengan memperlihatkan keimanan dan menyembunyikan kekafirannya. Orang seperti ini diancam neraka, sebab orang sangat berbahaya bagi umat dan agama Islam.

3. Cara Menghindari Perilaku Munafik (Nifāq) 

      a). Membiasakan berkata jujur Jujur adalah sikap terpuji di mana seseorang mengatakan sesuatu             sesuai dengan kenyataan apa yang diketahui

       b). Membiasakan diri untuk setia atau amanah Setia atau amanah adalah sikap terpuji di mana                 seseorang berpegang teguh pada janji, pendirian, dan kepercayaan

B. Marah (Gaḍab) 

1. Pengertian Marah (Gaḍab) 

 Kata gaḍab berasal dari kata gaḍiba-yagḍabu berarti marah, mengamuk, murka, berang, gusar, jengkel, naik pitam. Kata gaḍab secara istilah adalah sikap tercela di mana gejolak darah dalam diri seseorang meningkat karena tidak senang pada perlakuan tidak pantas.

2. Dampak Negatif perilaku Marah (Gaḍab) 

 Jika seseorang marah dan tidak berusaha untuk mengendalikan akan menyebabkan keburukan. Berikut ini adalah keburukan yang dapat timbul karena sikap marah: 

a. Keputusan dan tindakan yang diambil tidak bijaksana. 

b. Retak dan putusnya hubungan persaudaraan antar manusia. 

c. Membahayakan kesehatan tubuh karena tekanan darah tinggi yang meningkat menyebabkan sakit kepala dan beresiko menyebabkan serangan jantung.

3. Menghindari Perilaku Marah (Gaḍab) 

 a. Meredam rasa amarah dengan sabar

b. 


C. Keras Hati (Qaswah al-Qalb)

1. Pengertian Keras Hati (Qaswah al-Qalb)

Dalam memahami arti dari keras hati, Amin Syukur dalam terapi hati mengatakan bahwa Imam al-Ghazali menjelaskan tentang tiga macam hati, yaitu a) Hati yang sehat, tandanya adalah iman yang kuat dan pengamalan yang konsisten; b) Hati yang sakit, tandanya adalah adanya keimanan, ibadah, namun ternodai dengan keburukan dan kemaksiatan; 3) Hati yang mati, tandanya adalah mengeras dan membatunya hati karena banyak kemaksiatan yang diperbuat

2. Cara Menghindari Mengerasnya Hati (Qaswah al-Qalb)

Untuk menghindarkan diri dari kerasnya hati, maka kita dapat melakukan beberapa hal yang telah dikatakan oleh Imam al-Qusyairi yang dinukilkan dari Syaikh Ibrahim al-Khawas, yaitu

a. Membaca al-Qur`an disertai dengan perenungan

b. Mengatur pola makan agar perut tidak kenyang

c. Bangun malam

d. Merendahkan diri di hadapan Allah pada akhir malam

e. Bergaul dengan orang-orang saleh

f. Berempati kepada orang lain.


BAB VI : RAGAM SIKAP TERPUJI

 A. Semangat Berlomba-Lomba dalam Kebaikan

1.      Pengertian Semangat Berlomba-Lomba dalam Kebaikan Semangat berlomba dalam kebaikan disebut juga fastabiq al-khairāt. Allah memberikan perintah kepada hamba-Nya untuk berlomba dalam berbuat kebajikan. Perintah tersebut ditujukan untuk hamba-Nya baik laki-laki maupun perempuan. Contok perilaku fastabiq al-khairāt ialah mengikuti kompetisi mata pelajaran Bahasa Indonesia, memberikan minuman kepada orang yang sedang kehausan dan lain sebagainya

2.      Makna Semangat Berlomba-Lomba dalam Kebaikan

Agama Islam menganjurkan kita untuk selalu berlomba dalam kebaikan. Agama Islam tidak mengajarkan umat untuk berleha-leha, melainkan untuk menjadi umat terdepan dalam melakukan kebaikan. Maka, begitu seseorang mengaku sebagai hamba Allah, ia harus segera berusaha melakukan kebaikan sebisa mungkin.

 

B     B. Bekerja Keras dan Kolaboratif

1.      Pengertian Bekerja Keras dan Kolaboratif

Bekerja keras sangat perlu dilakukan oleh setiap manusia untuk menggapai keperluan, kebutuhan dan impiannya. Kerja keras adalah kegiatan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk mencapai target yang akan dituju. Dalam Islam kerja 119 keras disebut juga dengan ikhtiar yaitu syarat untuk mencapai maksud dan daya upaya dengan bersungguh-sungguh dalam melakukan segala sesuatu semata-mata karena Allah Swt. Tanpa adanya kerja keras, seseorang akan sulit mendapatkan apa yang dicitacitakan atau ditujukan. Oleh karena itu, Islam sangat menganjurkan umatnya untuk bekerja keras dalam menggapainya. Dengan bekerja keras seseorang akan mudah meraih cita-citanya.

2.      Makna Bekerja Keras dan Kolaboratif dalam Islam

Islam memberikan ajaran kepada umatnya untuk bekerja keras dan kolaboratif dalam mencapai tujuan yang gemilang. Tentu kolaboratif itu harus dilakukan dalam 120 kebaikan bukan kejahatan. Karena sebaik-baik manusia adalah yang berguna untuk makhluk lainnya. Dengan begitu kita sebagai manusia yang berakal tidak hanya diam dan menunggu kabar baik melainkan harus turun tangan dan bersungguh-sungguh untuk mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.

C.     C. Dinamis dan Optimis

1.      Pengertian Dinamis dan Optimis

Dalam KKBI, kata dinamis berarti penuh tenaga dan semangat sehingga cepat bergerak dan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan. Contohnya seorang 121 pendatang cepat berinteraksi dengan lingkungannya yang baru hingga mereka merasakan bahwa si pendatang bukanlah orang yang baru di lingkungannya. Seseorang yang berjiwa dinamis akan selalu aktif dengan sekitarnya. Dia akan terus berusaha meningkatkan kualitas dirinya meskipun dalam situasi dan lingkungan yang baru. Bahkan dia akan menggunakan situasi dan lingkungan yang baru itu menjadi semangat dan nilai positif dalam dirinya. Dia tak akan bertahan lama mengurung diri dalam rumah karena belum kenal dengan sekitarnya. Atau ia tak akan terlalu lama meratapi kegagalan yang pernah didapatkan.

2.      Makna Dinamis dan Optimis dalam Islam

Islam memerintahkan umatnya untuk cepat bertindak dalam menyikapi segala perbuatan. Allah membenci sikap menunda-nunda suatu pekerjaan apalagi jika kemudian tidak dikerjakan. Oleh karena itu, sifat dan sikap dinamis harus dibiasakan oleh manusia, apalagi dengan diiringi rasa optimis. Kedua sifat dan sikap itu akan mendorong manusia untuk selalu cepat, tanggap dan percaya diri dalam mengerjakan.

D.    D. Kreatif dan Inovatif

1.      Pengertian Kreatif dan Inovatif

Kata kreatif berasal dari bahasa Inggris yaitu create berarti membuat atau menciptakan sesuatu. Sedangkan kata kreatif dalam bahasa Arab biasa dihubungkan dengan kata khalaqa, shawwara berarti menciptakan sesuatu yang tidak ada pangkal, asal dan contoh terlebih dahulu, dan membentuknya sebaik-baiknya. Kreatif merupakan kemampuan untuk menciptakan sesuatu. Kreatif dilakukan dengan cara menemukan, menggabungkan, membangun, mengarang, mendesain, merancang, mengubah ataupun menambah sesuatu untuk bernilai manfaat. Dalam pandangan Islam, kreatif merupakan cerminan dari nama Allah, al-Khāliq dan alMushawwir. Kreatif ialah kemampuan menggunakan apa yang dimilikinya dalam menghasilkan sesuatu yang terbaik dan bermanfat bagi kehidupan sebagai wujud pengabdian yang tulus kehadirat-Nya dan rasa syukur atas nikmat-Nya.

2.      Makna Kreatif dan Inovatif dalam Islam

Islam tidak hanya menjelaskan tentang beribadah kepada Allah melainkan juga menjelaskan tentang berbagai cara untuk menjadikan umatnya bahagia di dunia maupun di akhirat. Dalam kehidupan, tentu manusia tak akan lepas dari kegiatan berpikir. Setiap manusia pasti menggunakan daya akalnya untuk berpikir mengenai setiap sesuatu yang dijalaninya dalam hidup. Islam pun tidak melarang akal digunakan untuk melakukan kreativitas atau pun inovasi dalam bekerja dan mencukupi kehidupannya. Islam justru memerintahkan kita untuk mengelola sumber daya alam yang ada sebaik mungkin yang dapat bermanfaat untuk siapa pun baik manusia, hewan atau pun makhluk hidup lainnya.

BAB V : SURI TELADAN EMPAT IMAM MAẒHAB FIKIH

 A.  Imam Abu Hanifah

1.      Biografi Imam Abu Hanifah

Nu’man bin Tsabit bin Marzuban atau Abu Hanifah lahir di kota Kufah pada tahun 80 H/699 H dan wafat di kota Baghdad pada tahun 150 H/767 M. Beliau tumbuh di dalam keluarga yang saleh dan kaya. Ayahnya, Tsabit merupakan seorang pedagang sutra yang masuk Islam masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Sejak kecil beliau sudah hafal al-Qur’an dan menghabiskan waktunya untuk terus-menerus mengulangi hafalan agar tidak lupa. Pada bulan Ramadan, Abu Hanifah bahkan bisa mengkhatamkan al-Qur’an berkali-kali. Pada awalnya beliau menganggap bahwa belajar agama bukan tujuan utama karena sebagian besar waktunya dihabiskan untuk berdagang di pasar. Namun, setelah bertemu dengan seorang ulama besar, al-Sya’bi beliau mulai serius dalam belajar agama. Al-Sya’bi mengatakan kepada Abu Hanifah, “Kamu harus memperdalam ilmu dan mengikuti halaqah para ulama karena kamu cerdas dan memiliki potensi yang sangat tinggi,” tutur al-Sya’bi. Setelah itu, Imam Abu Hanifah pun mengikuti halaqah Hammad bin Abu Sulaiman. Beliau belajar selama 18 tahun kepada Hammad sampai guru beliau wafat pada 120 H. Imam Abu Hanifah pernah pergi dari Kufah menuju Makkah untuk menunaikan ibadah haji dan berziarah ke kota Madinah. Dalam perjalanan ini, beliau berguru kepada, Atha` bin Abi Rabah, ulama terbaik di kota Makkah dari generasi tabi’in. Jumlah total guru Imam Abu Hanifah adalah tak kurang dari 4000 orang guru. Di antaranya 7 orang dari sahabat Nabi, 93 orang dari kalangan tabi’in, dan sisanya dari kalangan tabi’ at-tabi’in. Imam Abu Hanifah dikenal dengan ulama yang terbuka. Beliau mau belajar dengan siapapun semisal dengan tokoh muktazilah dan syi’ah. Meskipun demikian, beliau tidak fanatik dengan pemikiran gurunya. Sa’id bin Abi ‘Arubah mengatakan, “Saya pernah menghadiri kajian Abu Hanifah dan dia memuji Ayo Mendalami 89 Utsman bin Affan. Saya tidak pernah sebelumnya mendengar orang memuji Utsman di Kufah”. Sikap terbuka ini tertanam karena terbiasa hidup dengan kelompok yang berbeda. Abu Hanifah selalu berpesan kepada murid-muridnya agar selalu menjaga adab dan tutur kata ketika berhadapan dengan masyarakat, terutama orang yang berilmu. Pesan ini selalu disampaikan agar masyarakat bisa dekat dan tidak resah dengan pendapat yang disampaikan. Imam Abu Hanifah tidak mau menerima bantuan pemerintah. Seluruh biaya hidupnya ditanggung sendiri dan diperoleh dari hasil usaha dagangannya. Hal yang berbeda dengan Malik bin Anas, pendiri Mazhab Maliki yang biaya hidupnya ditanggung seluruhnya oleh baitul mal. Abu Hanifah hidup dalam dua kekuasaan Umayyah selama 5 tahun dan 18 tahun dengan Abbasiyah. Saat Bani Umayyah atau pun Abbasiyah, Imam Abu Hanifah pernah ditawari jabatan hakim dan menolak tawaran tersebut. Hal tersebut membuatnya dipenjara dan dicambuk berkali-kali hingga akhirnya beliau keluar dari penjara dan wafat.

2.      Kisah Imam Abu Hanifah Yang Perlu Diteladani

a. Saling memuji dan berbaik sangka Ketika Imam Malik berkata, “Saya merasa tidak punya apa-apa ketika bersama Abu Hanifah, sesungguhnya ia benar-benar ahli fikih wahai orang Mesir, wahai al-Laits” Kemudian al-Laits pun menceritakan ucapan pujian Imam Malik kepada Imam Abu Hanifah. Lalu beliau menjawab, “Bagus sekali ucapan Imam Malik terhadap anda”. Dan beliau menambahkan, “Demi Allah, saya belum pernah melihat orang yang lebih cepat memberikan jawaban yang benar dan zuhud serta sempurna melebihi Imam Malik”.

b. Bersikap terbuka dan mau menerima kritikan

 

B.B. Imam Malik bin Anas

1.      Biografi Imam Malik bin Anas

Malik bin Anas bin Malik bin `Amr, al-Imam, Abu `Abd Allah al-Humyari al-Asbahi al-Madani lahir di Madinah pada tahun 93 H / 714 M dan wafat pada tahun 179 H / 800 M. Beliau adalah pendiri Maẓhab Maliki yang ahli di bidang fikih dan hadis. Beliau juga merupakan penyusun kitab al-Muwaththa’ yang menghabiskan waktu 40 tahun dan kitabnya telah diperlihatkan kepada 70 ahli fikih di Madinah. Anas, ayah beliau merupakan periwayat hadis dan Malik bin ‘Amr, kakek beliau adalah ulama dari kalangan tabi’in. Kakeknya banyak meriwayatkan hadis dari tokoh-tokoh besar sahabat, seperti Umar bin Khattab, Utsman bin ‘Affan, Thalhah bin ‘Ubaidillah, Ummul Mukminin ‘Aisyah, Abu Hurairah, Hasan bin Tsabit dan ‘Uqail bin Abi Thalib.

2.      Kisah Imam Malik Yang Perlu Diteladani

Kisah yang dapat diteladani dari Imam Malik ialah berani berkata tidak tahu kepada penanya. Hal ini penting karena sebagai seorang yang berpengetahuan terkadang sulit atau bahkan gengsi untuk mengatakan tidak tahu. Sebuah riwayat dari Ibnu Mahdi menyatakan bahwa ada seorang lelaki bertanya kepada Imam Malik tentang sebuah masalah. Imam Malik menjawab, “Lā uhsinuhā (aku tidak mengerti masalah itu dengan baik)”. Lalu lelaki itu berkata lagi, “Aku telah melakukan perjalanan jauh untuk bertanya kepadamu tentang masalah ini”. Imam Malik lalu berkata kepadanya, “Ketika kau kembali ke tempat tinggalmu, kabarkan pada masyarakat di sana bahwa aku berkata kepadamu bahwa aku tidak mengerti dengan baik masalah tersebut”

C.     CImam Syafi’i

1.      Biografi Imam Syafi’i

Abū ʿAbdullāh Muhammad bin Idrīs al-Syafiʿī atau Muhammad bin Idris asySyafi`i atau Imam Syafi’i adalah seorang mufti besar Sunni Islam dan juga pendiri madzhab Syafi’i. Beliau lahir pada tahun 150 H di Gaza, Palestina, pada tahun yang sama wafat Imam Abu Hanifah, seorang ulama besar Sunni Islam dan beliau wafat pada malam Jum’at menjelang subuh pada hari terakhir bulan Rajab tahun 204 H atau tahun 809 M pada usia 52 tahun Beliau dinamai ayahnya, Idris bin Abbas ketika mengetahui bahwa istrinya, Fatimah al-Azdiyyah sedang mengandung. Idris bin Abbas berkata, “Jika engkau melahirkan seorang putra, maka akan aku namakan Muhammad, dan akan aku panggil dengan nama salah seorang kakeknya yaitu Syafi’i bin Asy-Syaib”.

2.      Kisah Imam Syafi’i Yang Perlu Diteladani

a.       Tidak sewenang-wenang meskipun kepada murid

b.      Mendamaikan perselisihan

D.   D.  Imam Ahmad bin Hanbal

1.      Biografi Imam Ahmad bin Hanbal

Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal atau Ahmad bin Hanbal lahir di Baghdad, pada bulan Rabiul Awal tahun 164 H. Saat masih kanak-kanak, Imam Ahmad bin Hanbal telah ditinggal wafat oleh ayahnya yang gugur dalam pertempuran melawan Bizantium. Sedangkan kakeknya, Hanbal, adalah seorang gubernur pada masa Dinasti Umayyah. Imam Ahmad menghafal al-Qur`an di usia belia dan mulai mengumpulkan hadis dan mendalami fikih sejak umur 15 tahun. Sampai umur 19 tahun, beliau mencari ilmu di Baghdad. Setelah belajar di Baghdad, beliau berkelana ke banyak daerah, seperti Kufah, Basrah, Makkah, Madinah, Yaman dan Syam, guna berguru kepada ulama terkemuka setempat.

2.      Kisah Imam Ahmad bin Hanbal Yang Perlu Diteladani Imam Ahmad bin Hambal dikenal sebagai pemuda yang cerdas dan gigih dalam menuntut ilmu. Pernah ada seseorang yang mempertanyakan kegigihannya itu. Ia berkata, “Sampai kapan engkau terus mencari ilmu pengetahuan? Padahal, engkau kini telah mencapai kedudukan mulia di antara pencari ilmu.”

BAB IV : ETIKA BERGAUL DALAM ISLAM


A. A. Pengertian Etika Bergaul

Etika ialah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban. Dalam Bahasa Arab, etika biasa disebut dengan adab yaitu kebiasaan atau aturan tingkah laku praktis yang mempunyai muatan baik yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Menurut al-Jurjani, adab adalah pengetahuan yang dapat menjauhkan seseorang dari kelalaian. Sedangkan Bergaul ialah berbaur dengan individu atau kelompok lain. Jadi yang dimaksud dengan etika bergaul adalah aturan tingkah laku untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan sesama manusia sehingga terjalin hubungan tingkah laku yang baik antar individu.

B.     BMacam-macam Etika Bergaul dan Praktiknya

Dalam bergaul kita sering berinteraksi dengan orang dewasa, teman sebaya, anakanak, dan lawan jenis. Dalam interaski tersebut, kita menemukan beberapa perbedaan cara berinteraksi dengan mereka. Terkadang seseorang berkata dengan menggunakan wibawanya, terkadang pula orang akan berkata dengan riang gembira ketika bertemu dengan anak-anak. Berdasarkan segi umur lawan bicara, etika bergaul ada tiga yaitu

1.      Etika bergaul dengan orang yang lebih tua.

2.      Etika bergaul dengan teman sebaya

3.      Etika bergaul dengan orang yang lebih muda

 

C.    C.  Pentingnya Etika Bergaul

Etika bergaul sangatlah penting dalam agama Islam. Hal ini dikarenakan dalam etika bergaul terdapat dalam salah satu dari unsur Islam, Iman dan Ihsan. Etika bergaul merupakan praktik dari ajaran Islam dan bukti akan keyakinan terhadap agama Islam. Itu semua tidak bisa dipisah-pisahkan.

 

PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK MADRASAH ALIYAH KELAS 12 Template by Ipietoon Cute Blog Design