Kamis, 09 November 2023
Kamis, 02 November 2023
Rabu, 01 November 2023
Selasa, 31 Oktober 2023
Jumat, 27 Oktober 2023
Rabu, 25 Oktober 2023
Selasa, 24 Oktober 2023
Senin, 23 Oktober 2023
BAB IX : SURI TELADAN TOKOH ISLAM DI INDONESIA
A. Kiai Kholil al-Bangkalani
1. Biografi
Kiai Kholil al-Bangkalani Muhammad Kholil atau biasa dipanggil Kiai Kholil
Bangkalan lahir pada tahun 1820 dan wafat pada tahun 1925. Beliau ialah seorang
ulama yang cerdas dari kota Bangkalan, Madura. Beliau telah menghafal al-Qur`an
dan memahami ilmu perangkat Islam seperti nahwu dan sharaf sebelum berangkat ke
Makkah. Beliau pertama kali belajar pada ayahnya, Kiai Abdul Lathif. Lalu
belajar kitab ‘Awamil, Jurūmīyah, ‘Imrīthī, Sullam al-Safīnah, dan kitab-kitab
lainnya kepada Kiai Qaffal, iparnya. Kemudian beliau melanjutkan belajar pada
beberapa kiai di Madura yaitu Tuan Guru Dawuh atau Bujuk Dawuh dari desa
Majaleh (Bangkalan), Tuan Guru Agung atau Bujuk Agung, dan beberapa lainnya
sebelum berangkat ke Jawa.
2. Teladan
dari Kiai Kholil al-Bangkalani
a. Pantang
menyerah dan senantiasa berusaha
Kiai Kholil ialah seorang yang selalu
berusaha dan tidak mudah menyerah pada keadaan. Hal ini terbukti saat di Jawa,
Kholil tak pernah membebani orang tua atau pengasuhnya, Nyai Maryam. Beliau bekerja
menjadi buruh tani ketika belajar di kota Pasuruan. Beliau juga bekerja menjadi
pemanjat pohon kelapa ketika belajar di kota Banyuwangi. Dan beliau menjadi
penyalin naskah kitab Alfiyah Ibn Malik untuk diperjual belikan ketika belajar
di Makkah. Setengah dari hasil penjualannya diamalkan kepada guru-gurunya
b. Ketulusan
dalam beramal
Ketika ada sepasang suami-istri yang
ingin berkunjung menemui Kiai Kholil, tetapi mereka hanya memiliki “Bentol”,
ubi-ubian talas untuk dibawa sebagai oleh-oleh. Akhirnya keduanya pun sepakat
untuk berangkat. Setelah tiba di kediaman pak kiai, Kiai Kholil menyambut
keduanya dengan hangat. Mereka kemudian menghaturkan bawaannya dan Kiai Kholil
menerima dengan wajah berseri-seri dan berkata, “Wah, kebetulan saya sangat ingin
makan bentol”. Lantas Kiai Kholil meminta “Kawula”, pembantu dalam bahasa jawa
untuk memasaknya. Kiai Kholil pun memakan dengan lahap di hadapan suami-istri
yang belum diizinkan pulang tersebut. Pasangan suami-istri itu pun senang
melihat Kholil menikmati oleh-oleh sederhana yang dibawanya
B. B. Kiai Hasyim Asy’ari
1. Biografi
Kiai Hasyim Asy’ari
Muhammad Hasyim bin Asy’ari bin
‘Abdil-Wahid bin ‘Abdil-Halim bin ‘Abdil-Rahman bin ‘Abdillah bin ‘Abdil-‘Aziz
bin ‘Abdillah Fattah bin Maulana Ishaq atau kerap dipanggil dengan Kiai Hasyim
dilahirkan pada tanggal 2 Dzulqa’dah 1287/14 Februari 1871 di Desa Gedang,
Tambakrejo, Jombang, Jawa Timur. Beliau lahir di pesantren milik kakeknya dari
pihak ibu, yaitu Kiai Usman yang didirikan pada akhir abad ke 19. Beliau adalah
anak ketiga dari pasangan Halimah yang silsilahnya sampai pada Brawijaya VI dan
Ahmad Asy’ari yang silsilahnya sampai pada Joko Tingkir.
2. Teladan
dari Kiai Hasyim Asy’ari
a. Berkhidmah
Kepada Guru
b. Berkhidmat
pada Negara Kesatuan Republik Indonesia
c. Pendidikan
Pesantren Karakter Kebangsaan
C. C. Kiai Ahmad Dahlan
1. Biografi
Kiai Ahmad Dahlan
Muhammad Darwis atau Kiai Ahmad Dahlan
lahir pada 1 Agustus 1868 di Kampung Kauman, Yogyakarta, anak ke-4 dari
pasangan Kiai Haji Abu Bakar bin Haji Sulaiman dengan Siti Aminah binti Kiai
Haji Ibrahim. Sejak kecil beliau sudah terlihat sebagai anak yang cerdas dan
kreatif. Beliau mampu mempelajari dan memahami kitab yang diajarkan di
pesantren secara mandiri. Beliau dapat menjelaskan materi yang dipelajarinya
dengan rinci, sehingga orang yang mendengar penjelasannya mudah untuk mengerti
dan memahaminya. Beliau juga sudah mampu membaca al-Qur`an dengan tajwidnya
pada usia 8 tahun.
2. Teladan
dari Kiai Ahmad Dahlan
a. Menciptakan
Masyarakat Islam yang Sejahtera
Kiai Ahmad Dahlan dalam menciptakan
masyarakat Islam yang sejahtera menekankan pada bentuk-bentuk pelayanan. Hal
ini terlihat pada beberapa sekolah, panti asuhan, rumah sakit dan penerbit.
Pernah jamaah bertanya kepada beliau, “Kenapa Kiai membahas Surah al-Maun
dilakukan berulang-ulang?“. Beliau menjawab, “Saya tidak akan berhenti
menyampaikan Surah itu sebelum anda terjun kemasyarakat mencari orang-orang
yang perlu ditolong”.
b. Ilmu
pengetahuan dan agama adalah pengikat kehidupan manusia
Kiai Ahmad Dahlan menjelaskan bahwa setiap manusia
memiliki perasaan yang sama. Perasaan yang sama inilah yang akan membawa
manusia pada kemajuan dan peradaban. Perasaan yang sama ini timbul sebab dua
alasan yaitu berasal dari satu keturunan yaitu Adam dan Hawa dan tujuan
kedamaian dan kebahagiaan dalam kehidupan. Menurutnya, jika belum timbul
perasaan yang sama, maka lakukan tiga hal yaitu menganggap ilmu pengetahuan itu
penting untuk dipikirkan, mempelajari ilmu pengetahuan dengan serius dan
cermat, dan mengatur kehidupan dengan instrumen al-Qur`an.
BAB VIII : ETIKA DALAM ORGANISASI DAN PROFESI
A. Pengertian dan Etika Organisasi
1. Pengertian
Organisasi
Secara bahasa organisasi berasal dari
bahasa Yunani organon yang berarti alat bantu atau instrumen. Apabila dilihat
dari asal katanya, organisasi berarti alat bantu yang sengaja didirikan atau
diciptakan untuk membantu manusia memenuhi kebutuhan dan mencapai
tujuan-tujuannya. Secara istilah organisasi adalah sistem sosial yang
dikoordinasikan secara sadar dengan aturan yang telah dibuat dan disepakati
bersama untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi memiliki beberapa unsur
yaitu,
1) Tujuan suatu organisasi ialah untuk
menghasilkan barang dan pelayanan. Organisasi non profit, sebagai contoh:
menghasilkan pelayanan dengan keuntungan masyarakat, seperti pemeliharaan
kesehatan, pendidikan, proses keadilan, dan pemeliharaan jalan. Bisnis
menghasilkan barang konsumsi dan pelayanan seperti mobil, perumahan, dan wahana
rekreasi.
2) Pembagian kerja adalah sebuah proses
melaksanakan pekerjaan ke dalam suatu komponen kecil yang melayani tujuan
organisasi dan untuk dilakukan oleh individu atau kelompok. Pembagian kerja ini
berlangsung untuk memobilisasi organisasi dalam pekerjaan banyak orang untuk
mencapai tujuan umum dari organisasi.
3) Hirarki kewenangan adalah hak untuk
bertindak dan memerintah pribadi orang lain. Hal itu menunjukkan
terkoordinirnya sebuah organisasi untuk menjamin hasil pekerjaan mencapai
tujuan organisasi.
4) Sumber daya. Di sini sumber daya yang
dimaksudkan adalah kumpulan orang yang beraktivitas untuk mencapai tujuan
organisasi.
2. Etika Dalam
Berorganisasi
a. Memiliki niat dan
tujuan yang mulia
Sebuah organisasi pasti didirikan karena
ada niat dan tujuan. Niat dan tujuan didirikan organisasi ini sangat menentukan
langkah-langkah yang akan dilakukan dalam organisasi meskipun nantinya
keberlangsungan organisasi akan bergantung pada etos individu dan kelompok
dalam organisasi. Jikalau niat dan tujuannya mulia, maka dibentuknya organisasi
akan lebih bermanfaat sesuai dengan niat dan tujuannya.
b. Amanah
Seseorang dalam organisasi haruslah
memiliki sikap amanah dalam mengemban tugas. Dengan adanya sikap amanah,
pembagian tugas yang dilakukan oleh pembina organisasi menjadi lebih optimal.
Sikap ini menimbulkan kepercayaan organisasi menjadi lebih tumbuh sehingga
pemberi dan pelaksana tugas akan lebih ulet dalam tindakan
c. Saling
tolong-menolong
172 Dalam organisasi, pembagian tugas
merupakan suatu unsur signifikan untuk mencapai tujuan dalam organisasi. Oleh
karena itu sikap saling-tolong menolong merupakan sikap yang wajib dilakukan
dalam organisasi.
d. Berkomunikasi
dengan baik Untuk menjalankan organisasi yang baik, hubungan antar individu dan
kelompok dalam organisasi pun juga harus baik. Hubungan baik dapat ditumbuhkan
dan dijaga dengan komunikasi yang baik.
B.B. Pengertian dan Etika Profesi
1. Pengertian
Profesi Dalam KBBI, istilah profesi dimaknai dengan pekerjaan yang dilandasi
pendidikan keahlian tertentu. Menurut De George, profesi ialah pekerjaan yang
dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang
mengandalkan suatu keahlian. Dalam Islam, profesi ialah segala aktivitas
dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu dan di dalam
mencapainya dia berupaya dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan prestasi
yang optimal sebagai bukti pengabdiannya kepada Allah Swt.
2. Etika
Dalam Berprofesi
a. Memegang
amanah dan mentaati perintah pimpinan
Dalam berprofesi, ada juga pembagian
kerja dan hirarki wewenang seperti halnya organisasi. Beberapa orang atasan
baik manajer atau kepala divisi merupakan pemegang wewenang yang tinggi dalam
profesi. Mereka adalah memiliki wewenang untuk mengatur, mengawasi, dan menilai
pelaksanaan kerja.
b. Etos
kerja yang tinggi Etos kerja adalah doktrin tentang kerja yang diyakini oleh
seseorang atau sekelompok orang sebagai hal yang baik dan benar dan mewujud
nyata secara khas dalam perilaku kerja mereka. singkatnya etos kerja adalah
motivasi dan dorongan untuk bekerja. Apabila seseorang memiliki etos kerja yang
tinggi, maka pelaksanaan kerja akan menjadi lebih maksimal. Selain itu, etos
kerja ini menjadi alasan kuat mengapa seseorang melakukan pekerjaan.
c. Prinsip
yang kokoh dalam profesi
BAB VII : RAGAM SIKAP TERCELA
A. Fitnah
1. Pengertian
Fitnah
Dalam percakapan sehari-hari, fitnah
digunakan untuk tuduhan yang dilontarkan kepada seseorang dengan maksud
menjelek-jelekkan atau merusak nama baik orang tersebut, padahal ia tidak
pernah melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya. Dalam KBBI, fitnah
berarti perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan
dengan maksud menjelekkan orang, seperti menodai nama baik atau merugikan
kehormatan orang lain. Kata fitnah berasal dari bahasa Arab, asal katanya
adalah fatana dalam bentuk fi‘il, yang artinya adalah cobaan dan ujian. Ibn Manẓūr
menjelaskan bahwa fitnah adalah al-ibtilā’ (bala), al-imtiḥān (ujian), dan
al-ikhtibār (cobaan). Ibrāhīm al-Abyārī menjelaskan bahwa fitnah berarti
menguji dengan api, cobaan, kegelisahan dan kekacauan pikiran, azab, dan
kesesatan. Mahmud Muhammad al Khazandar, fitnah adalah sesuatu yang menimpa,
individu atau golongan berupa kebinasaan atau kemunduran tingkatan iman atau
kekacauan dalam barisan Islam. Secara garis besar, kata fitnah mengandung makna
ujian dan cobaan. Adapun fitnah yang akan dibahas pada bab ini adalah fitnah
dalam bahasa Indonesia.
2. Fitnah
dalam Islam
Islam melarang perbuatan fitnah kepada umatnya. Perbuatan itu akan merenggangkan hubungan dengan orang lain. Perbuatan juga akan menyebabkan seseorang yang baik dan akan tercoreng citranya sehingga ia digunjing oleh orang lain. Selengkapnya, berikut ini beberapa dampak negatif dari perbuatan fitnah
B. Hoaks
1. Pengertian
Hoaks
Hoaks adalah berita bohong. Menyebarkan
hoaks merupakan sikap tercela yang sering terjadi di zaman modern ini.
Seringkali hoaks dibuat untuk menggiring pikiran manusia pada pandangan
tertentu. Pandangan yang akan menyesatkan manusia dan menjauhkan mereka dari
kebenaran berita. Orang yang menyebarkan hoaks ialah orang yang lemah imannya
karena ia tetap menyebarkan hoaks meskipun mengetahui bahwa hoaks akan
menimbulkan kekacauan atau karena ia tetap menyebarkan berita tanpa
diklarifikasi kebenarannya dahulu.
2. Hoaks
dalam Islam
Islam melarang menyebarkan berita yang
belum terbukti kebenarannya karena akan menimbulkan fitnah di mana-mana. Hoaks
akan menjadikan seseorang menjadi tidak dipercaya lagi di masyarakat. Oleh
karena itu hoaks harus benar-benar dijauhi oleh semua orang
C. Adu
Domba
1. Pengertian
Adu Domba
Adu domba juga disebut dengan namīmah.
Dalam KBBI, adu domba adalah menjadikan berselisih di antara pihak yang
sepaham. Menurut al-Baghawi, adu domba adalah mengutip suatu perkataan dengan
tujuan untuk mengadu antara seseorang dengan si pembicara. Menurut Imam
al-Ghazali, adu domba adalah mengungkapkan sesuatu yang tidak suka untuk diungkap
baik oleh orang yang mengungkapkan, orang yang diungkap, atau pun orang yang
mendengar ungkapan tersebut, baik yang berupa perkataan maupun perbuatan, baik
berupa aib atau pun pujian.
2. Adu
Domba dalam Islam
Islam melarang umatnya melakukan adu
domba karena menghancurkan hubungan yang sudah terbangun kokoh sehingga
perintah untuk saling mengenal dan saling berbuat baik akan ditinggalkan.
Selain hubungan yang akan hancur, adu domba akan memberikan beberapa dampak
negatif lainnya
D. Mencari-cari
Kesalahan Orang Lain
1. Pengertian
Mencari-cari Kesalahan Orang Lain
Mencari-cari kesalahan orang lain dalam
bahasa Arab disebut dengan tajassus. Kata Lisan al-‘Arab, tajassus berarti
mencari berita dan menyelidikinya. Secara istilah, kata tajassus berarti
mencari-cari kesalahan orang lain dengan cara menyelidiki dan mematainya.
2. Mencari-cari
Kesalahan Orang Lain Dalam Islam
Perbuatan mencari-cari kesalahan orang
lain merupakan perbuatan yang buruk dan dilaknat oleh Allah. Oleh karenanya
kita harus menjauhi perbuatan tersebut. Selain itu, perbuatan mencari-cari
kesalahan orang lain menimbulkan berbagai dampak negatif untuk pelaku dan
korbannya
E. Gosip
(Ghibah)
1. Pengertian
Gosip (Ghibah)
Menurut bahasa, gosip (ghibah) berarti
membicarakan keburukan orang lain. Ghibah berasal dari bahasa Arab dengan akar
kata ghaaba berarti sesuatu yang tersembunyi dari mata. Secara istilah, ghibah
adalah sesuatu pembicaraan dengan ketiadaan orang yang dibicarakan dan obyek
pembicaraan tentang kekurangan atau aib seseorang dan orang tersebut tidak rela
dengan pembicaraan itu. Menurut Ibnu Mas’ud, ghibah adalah menyebutkan apa yang
diketahui pada orang lain, dan jika engkau mengatakan apa yang tidak ada pada
dirinya berarti itu adalah kedustaan
2. Gosip
dalam Islam
Islam melarang umatnya melakukan gosip
karena menghancurkan hubungan yang sudah terbangun kokoh. Perilaku gosip dapat
berubah menjadi fitnah dan hoaks jika kabar itu tidak benar dan berubah lagi
menjadi adu domba yang menghancurkan hubungan manusia. Di samping menghancurkan
keharmonisan hubungan, perilaku gosip akan memberikan beberapa dampak negatif
lainnya, yaitu
a. Mendapat
dosa yang lebih berat dari zina
b. Dengan melakukan gosip, seseorang telah berbuat zalim kepada orang lain.
c. Orang-orang yang melakukan gosip tidak akan dimaafkan sebelum mereka meminta maaf kepada orang yang dibicarakan.
BAB III : RAGAM PENYAKIT HATI
A. Munafik (Nifāq)
1. Pengertian Munafik (Nifāq)
Nifāq berasal dari akar kata nāfaqa berarti munafik, menyembunyikan, berbohong, berpura-pura. Kata ini diambil dari kata nafiqā berarti salah satu lubang tikus, jika dicari melalui satu lubang, maka tikus itu akan lari dan mencari lubang lainnya. Kata Nifāq secara istilah adalah sikap menyembunyikan sesuatu di dalam hatinya karena tak ingin diketahui keberadaannya oleh orang lain sehingga menampakkan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam hatinya
2. Macam-Macam Perilaku Munafik (Nifāq)
a. Nifāq ‘Amalī/ ‘Urfī
Nifaq ‘amalī ialah sikap yang dimiliki seseorang dengan memperlihatkan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya sehingga dalam interaksi sosialnya dia sering berperilaku atau menampakkan tanda-tanda kemunafikan. Tanda-tanda kemunafikan adalah apabila seseorang berbohong dalam perkataannya, ingkar tehadap janjinya, dan khianat dari kepercayaan kepadanya.
b. Nifāq Īmānī / Syar’ī Nifāq Īmānī adalah suatu sikap yang dimiliki seseorang dengan memperlihatkan keimanan dan menyembunyikan kekafirannya. Orang seperti ini diancam neraka, sebab orang sangat berbahaya bagi umat dan agama Islam.
3. Cara Menghindari Perilaku Munafik (Nifāq)
a). Membiasakan berkata jujur Jujur adalah sikap terpuji di mana seseorang mengatakan sesuatu sesuai dengan kenyataan apa yang diketahui
b). Membiasakan diri untuk setia atau amanah Setia atau amanah adalah sikap terpuji di mana seseorang berpegang teguh pada janji, pendirian, dan kepercayaan
B. Marah (Gaḍab)
1. Pengertian Marah (Gaḍab)
Kata gaḍab berasal dari kata gaḍiba-yagḍabu berarti marah, mengamuk, murka, berang, gusar, jengkel, naik pitam. Kata gaḍab secara istilah adalah sikap tercela di mana gejolak darah dalam diri seseorang meningkat karena tidak senang pada perlakuan tidak pantas.
2. Dampak Negatif perilaku Marah (Gaḍab)
Jika seseorang marah dan tidak berusaha untuk mengendalikan akan menyebabkan keburukan. Berikut ini adalah keburukan yang dapat timbul karena sikap marah:
a. Keputusan dan tindakan yang diambil tidak bijaksana.
b. Retak dan putusnya hubungan persaudaraan antar manusia.
c. Membahayakan kesehatan tubuh karena tekanan darah tinggi yang meningkat menyebabkan sakit kepala dan beresiko menyebabkan serangan jantung.
3. Menghindari Perilaku Marah (Gaḍab)
a. Meredam rasa amarah dengan sabar
b.
C. Keras Hati (Qaswah
al-Qalb)
1. Pengertian Keras
Hati (Qaswah al-Qalb)
Dalam memahami arti
dari keras hati, Amin Syukur dalam terapi hati mengatakan bahwa Imam al-Ghazali
menjelaskan tentang tiga macam hati, yaitu a) Hati yang sehat, tandanya adalah iman
yang kuat dan pengamalan yang konsisten; b) Hati yang sakit, tandanya adalah
adanya keimanan, ibadah, namun ternodai dengan keburukan dan kemaksiatan; 3)
Hati yang mati, tandanya adalah mengeras dan membatunya hati karena banyak
kemaksiatan yang diperbuat
2. Cara Menghindari
Mengerasnya Hati (Qaswah al-Qalb)
Untuk menghindarkan
diri dari kerasnya hati, maka kita dapat melakukan beberapa hal yang telah
dikatakan oleh Imam al-Qusyairi yang dinukilkan dari Syaikh Ibrahim al-Khawas,
yaitu
a. Membaca al-Qur`an
disertai dengan perenungan
b. Mengatur pola makan
agar perut tidak kenyang
c. Bangun malam
d. Merendahkan diri di
hadapan Allah pada akhir malam
e. Bergaul dengan
orang-orang saleh
f. Berempati kepada
orang lain.
BAB VI : RAGAM SIKAP TERPUJI
A. Semangat Berlomba-Lomba dalam Kebaikan
1. Pengertian
Semangat Berlomba-Lomba dalam Kebaikan Semangat berlomba dalam kebaikan disebut
juga fastabiq al-khairāt. Allah memberikan perintah kepada hamba-Nya untuk
berlomba dalam berbuat kebajikan. Perintah tersebut ditujukan untuk hamba-Nya
baik laki-laki maupun perempuan. Contok perilaku fastabiq al-khairāt ialah
mengikuti kompetisi mata pelajaran Bahasa Indonesia, memberikan minuman kepada
orang yang sedang kehausan dan lain sebagainya
2. Makna
Semangat Berlomba-Lomba dalam Kebaikan
Agama Islam menganjurkan kita untuk
selalu berlomba dalam kebaikan. Agama Islam tidak mengajarkan umat untuk
berleha-leha, melainkan untuk menjadi umat terdepan dalam melakukan kebaikan.
Maka, begitu seseorang mengaku sebagai hamba Allah, ia harus segera berusaha
melakukan kebaikan sebisa mungkin.
B B. Bekerja Keras dan Kolaboratif
1. Pengertian
Bekerja Keras dan Kolaboratif
Bekerja keras sangat perlu dilakukan
oleh setiap manusia untuk menggapai keperluan, kebutuhan dan impiannya. Kerja
keras adalah kegiatan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk mencapai
target yang akan dituju. Dalam Islam kerja 119 keras disebut juga dengan
ikhtiar yaitu syarat untuk mencapai maksud dan daya upaya dengan
bersungguh-sungguh dalam melakukan segala sesuatu semata-mata karena Allah Swt.
Tanpa adanya kerja keras, seseorang akan sulit mendapatkan apa yang
dicitacitakan atau ditujukan. Oleh karena itu, Islam sangat menganjurkan
umatnya untuk bekerja keras dalam menggapainya. Dengan bekerja keras seseorang
akan mudah meraih cita-citanya.
2. Makna
Bekerja Keras dan Kolaboratif dalam Islam
Islam memberikan ajaran kepada umatnya
untuk bekerja keras dan kolaboratif dalam mencapai tujuan yang gemilang. Tentu
kolaboratif itu harus dilakukan dalam 120 kebaikan bukan kejahatan. Karena
sebaik-baik manusia adalah yang berguna untuk makhluk lainnya. Dengan begitu
kita sebagai manusia yang berakal tidak hanya diam dan menunggu kabar baik
melainkan harus turun tangan dan bersungguh-sungguh untuk mencapai kebahagiaan
di dunia maupun di akhirat.
C. C. Dinamis dan Optimis
1. Pengertian
Dinamis dan Optimis
Dalam KKBI, kata dinamis berarti penuh
tenaga dan semangat sehingga cepat bergerak dan mudah menyesuaikan diri dengan
keadaan. Contohnya seorang 121 pendatang cepat berinteraksi dengan
lingkungannya yang baru hingga mereka merasakan bahwa si pendatang bukanlah
orang yang baru di lingkungannya. Seseorang yang berjiwa dinamis akan selalu
aktif dengan sekitarnya. Dia akan terus berusaha meningkatkan kualitas dirinya
meskipun dalam situasi dan lingkungan yang baru. Bahkan dia akan menggunakan
situasi dan lingkungan yang baru itu menjadi semangat dan nilai positif dalam
dirinya. Dia tak akan bertahan lama mengurung diri dalam rumah karena belum
kenal dengan sekitarnya. Atau ia tak akan terlalu lama meratapi kegagalan yang
pernah didapatkan.
2. Makna
Dinamis dan Optimis dalam Islam
Islam memerintahkan umatnya untuk cepat
bertindak dalam menyikapi segala perbuatan. Allah membenci sikap menunda-nunda
suatu pekerjaan apalagi jika kemudian tidak dikerjakan. Oleh karena itu, sifat
dan sikap dinamis harus dibiasakan oleh manusia, apalagi dengan diiringi rasa
optimis. Kedua sifat dan sikap itu akan mendorong manusia untuk selalu cepat,
tanggap dan percaya diri dalam mengerjakan.
D. D. Kreatif dan Inovatif
1. Pengertian
Kreatif dan Inovatif
Kata kreatif berasal dari bahasa Inggris
yaitu create berarti membuat atau menciptakan sesuatu. Sedangkan kata kreatif
dalam bahasa Arab biasa dihubungkan dengan kata khalaqa, shawwara berarti
menciptakan sesuatu yang tidak ada pangkal, asal dan contoh terlebih dahulu,
dan membentuknya sebaik-baiknya. Kreatif merupakan kemampuan untuk menciptakan
sesuatu. Kreatif dilakukan dengan cara menemukan, menggabungkan, membangun,
mengarang, mendesain, merancang, mengubah ataupun menambah sesuatu untuk
bernilai manfaat. Dalam pandangan Islam, kreatif merupakan cerminan dari nama
Allah, al-Khāliq dan alMushawwir. Kreatif ialah kemampuan menggunakan apa yang
dimilikinya dalam menghasilkan sesuatu yang terbaik dan bermanfat bagi
kehidupan sebagai wujud pengabdian yang tulus kehadirat-Nya dan rasa syukur
atas nikmat-Nya.
2. Makna
Kreatif dan Inovatif dalam Islam
Islam tidak hanya menjelaskan tentang beribadah
kepada Allah melainkan juga menjelaskan tentang berbagai cara untuk menjadikan
umatnya bahagia di dunia maupun di akhirat. Dalam kehidupan, tentu manusia tak
akan lepas dari kegiatan berpikir. Setiap manusia pasti menggunakan daya
akalnya untuk berpikir mengenai setiap sesuatu yang dijalaninya dalam hidup.
Islam pun tidak melarang akal digunakan untuk melakukan kreativitas atau pun
inovasi dalam bekerja dan mencukupi kehidupannya. Islam justru memerintahkan
kita untuk mengelola sumber daya alam yang ada sebaik mungkin yang dapat
bermanfaat untuk siapa pun baik manusia, hewan atau pun makhluk hidup lainnya.
BAB V : SURI TELADAN EMPAT IMAM MAẒHAB FIKIH
A. Imam Abu Hanifah
1. Biografi
Imam Abu Hanifah
Nu’man bin Tsabit bin Marzuban atau Abu
Hanifah lahir di kota Kufah pada tahun 80 H/699 H dan wafat di kota Baghdad
pada tahun 150 H/767 M. Beliau tumbuh di dalam keluarga yang saleh dan kaya.
Ayahnya, Tsabit merupakan seorang pedagang sutra yang masuk Islam masa
pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Sejak kecil beliau sudah hafal al-Qur’an dan
menghabiskan waktunya untuk terus-menerus mengulangi hafalan agar tidak lupa.
Pada bulan Ramadan, Abu Hanifah bahkan bisa mengkhatamkan al-Qur’an
berkali-kali. Pada awalnya beliau menganggap bahwa belajar agama bukan tujuan
utama karena sebagian besar waktunya dihabiskan untuk berdagang di pasar.
Namun, setelah bertemu dengan seorang ulama besar, al-Sya’bi beliau mulai
serius dalam belajar agama. Al-Sya’bi mengatakan kepada Abu Hanifah, “Kamu
harus memperdalam ilmu dan mengikuti halaqah para ulama karena kamu cerdas dan
memiliki potensi yang sangat tinggi,” tutur al-Sya’bi. Setelah itu, Imam Abu
Hanifah pun mengikuti halaqah Hammad bin Abu Sulaiman. Beliau belajar selama 18
tahun kepada Hammad sampai guru beliau wafat pada 120 H. Imam Abu Hanifah
pernah pergi dari Kufah menuju Makkah untuk menunaikan ibadah haji dan
berziarah ke kota Madinah. Dalam perjalanan ini, beliau berguru kepada, Atha`
bin Abi Rabah, ulama terbaik di kota Makkah dari generasi tabi’in. Jumlah total
guru Imam Abu Hanifah adalah tak kurang dari 4000 orang guru. Di antaranya 7
orang dari sahabat Nabi, 93 orang dari kalangan tabi’in, dan sisanya dari
kalangan tabi’ at-tabi’in. Imam Abu Hanifah dikenal dengan ulama yang terbuka.
Beliau mau belajar dengan siapapun semisal dengan tokoh muktazilah dan syi’ah.
Meskipun demikian, beliau tidak fanatik dengan pemikiran gurunya. Sa’id bin Abi
‘Arubah mengatakan, “Saya pernah menghadiri kajian Abu Hanifah dan dia memuji
Ayo Mendalami 89 Utsman bin Affan. Saya tidak pernah sebelumnya mendengar orang
memuji Utsman di Kufah”. Sikap terbuka ini tertanam karena terbiasa hidup dengan
kelompok yang berbeda. Abu Hanifah selalu berpesan kepada murid-muridnya agar
selalu menjaga adab dan tutur kata ketika berhadapan dengan masyarakat,
terutama orang yang berilmu. Pesan ini selalu disampaikan agar masyarakat bisa
dekat dan tidak resah dengan pendapat yang disampaikan. Imam Abu Hanifah tidak
mau menerima bantuan pemerintah. Seluruh biaya hidupnya ditanggung sendiri dan
diperoleh dari hasil usaha dagangannya. Hal yang berbeda dengan Malik bin Anas,
pendiri Mazhab Maliki yang biaya hidupnya ditanggung seluruhnya oleh baitul
mal. Abu Hanifah hidup dalam dua kekuasaan Umayyah selama 5 tahun dan 18 tahun
dengan Abbasiyah. Saat Bani Umayyah atau pun Abbasiyah, Imam Abu Hanifah pernah
ditawari jabatan hakim dan menolak tawaran tersebut. Hal tersebut membuatnya
dipenjara dan dicambuk berkali-kali hingga akhirnya beliau keluar dari penjara
dan wafat.
2. Kisah
Imam Abu Hanifah Yang Perlu Diteladani
a. Saling memuji dan berbaik sangka
Ketika Imam Malik berkata, “Saya merasa tidak punya apa-apa ketika bersama Abu
Hanifah, sesungguhnya ia benar-benar ahli fikih wahai orang Mesir, wahai
al-Laits” Kemudian al-Laits pun menceritakan ucapan pujian Imam Malik kepada
Imam Abu Hanifah. Lalu beliau menjawab, “Bagus sekali ucapan Imam Malik
terhadap anda”. Dan beliau menambahkan, “Demi Allah, saya belum pernah melihat
orang yang lebih cepat memberikan jawaban yang benar dan zuhud serta sempurna
melebihi Imam Malik”.
b. Bersikap terbuka dan mau menerima
kritikan
B.B. Imam Malik bin Anas
1. Biografi
Imam Malik bin Anas
Malik bin Anas bin Malik bin `Amr,
al-Imam, Abu `Abd Allah al-Humyari al-Asbahi al-Madani lahir di Madinah pada
tahun 93 H / 714 M dan wafat pada tahun 179 H / 800 M. Beliau adalah pendiri Maẓhab
Maliki yang ahli di bidang fikih dan hadis. Beliau juga merupakan penyusun
kitab al-Muwaththa’ yang menghabiskan waktu 40 tahun dan kitabnya telah
diperlihatkan kepada 70 ahli fikih di Madinah. Anas, ayah beliau merupakan
periwayat hadis dan Malik bin ‘Amr, kakek beliau adalah ulama dari kalangan
tabi’in. Kakeknya banyak meriwayatkan hadis dari tokoh-tokoh besar sahabat,
seperti Umar bin Khattab, Utsman bin ‘Affan, Thalhah bin ‘Ubaidillah, Ummul
Mukminin ‘Aisyah, Abu Hurairah, Hasan bin Tsabit dan ‘Uqail bin Abi Thalib.
2. Kisah
Imam Malik Yang Perlu Diteladani
Kisah yang dapat diteladani dari Imam
Malik ialah berani berkata tidak tahu kepada penanya. Hal ini penting karena
sebagai seorang yang berpengetahuan terkadang sulit atau bahkan gengsi untuk
mengatakan tidak tahu. Sebuah riwayat dari Ibnu Mahdi menyatakan bahwa ada
seorang lelaki bertanya kepada Imam Malik tentang sebuah masalah. Imam Malik
menjawab, “Lā uhsinuhā (aku tidak mengerti masalah itu dengan baik)”. Lalu
lelaki itu berkata lagi, “Aku telah melakukan perjalanan jauh untuk bertanya
kepadamu tentang masalah ini”. Imam Malik lalu berkata kepadanya, “Ketika kau
kembali ke tempat tinggalmu, kabarkan pada masyarakat di sana bahwa aku berkata
kepadamu bahwa aku tidak mengerti dengan baik masalah tersebut”
C. C. Imam Syafi’i
1. Biografi
Imam Syafi’i
Abū ʿAbdullāh Muhammad bin Idrīs
al-Syafiʿī atau Muhammad bin Idris asySyafi`i atau Imam Syafi’i adalah seorang
mufti besar Sunni Islam dan juga pendiri madzhab Syafi’i. Beliau lahir pada
tahun 150 H di Gaza, Palestina, pada tahun yang sama wafat Imam Abu Hanifah,
seorang ulama besar Sunni Islam dan beliau wafat pada malam Jum’at menjelang
subuh pada hari terakhir bulan Rajab tahun 204 H atau tahun 809 M pada usia 52
tahun Beliau dinamai ayahnya, Idris bin Abbas ketika mengetahui bahwa istrinya,
Fatimah al-Azdiyyah sedang mengandung. Idris bin Abbas berkata, “Jika engkau
melahirkan seorang putra, maka akan aku namakan Muhammad, dan akan aku panggil
dengan nama salah seorang kakeknya yaitu Syafi’i bin Asy-Syaib”.
2. Kisah
Imam Syafi’i Yang Perlu Diteladani
a. Tidak
sewenang-wenang meskipun kepada murid
b. Mendamaikan
perselisihan
D. D. Imam Ahmad bin Hanbal
1. Biografi
Imam Ahmad bin Hanbal
Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal
atau Ahmad bin Hanbal lahir di Baghdad, pada bulan Rabiul Awal tahun 164 H.
Saat masih kanak-kanak, Imam Ahmad bin Hanbal telah ditinggal wafat oleh
ayahnya yang gugur dalam pertempuran melawan Bizantium. Sedangkan kakeknya,
Hanbal, adalah seorang gubernur pada masa Dinasti Umayyah. Imam Ahmad menghafal
al-Qur`an di usia belia dan mulai mengumpulkan hadis dan mendalami fikih sejak
umur 15 tahun. Sampai umur 19 tahun, beliau mencari ilmu di Baghdad. Setelah
belajar di Baghdad, beliau berkelana ke banyak daerah, seperti Kufah, Basrah,
Makkah, Madinah, Yaman dan Syam, guna berguru kepada ulama terkemuka setempat.
2. Kisah
Imam Ahmad bin Hanbal Yang Perlu Diteladani Imam Ahmad bin Hambal dikenal
sebagai pemuda yang cerdas dan gigih dalam menuntut ilmu. Pernah ada seseorang
yang mempertanyakan kegigihannya itu. Ia berkata, “Sampai kapan engkau terus
mencari ilmu pengetahuan? Padahal, engkau kini telah mencapai kedudukan mulia
di antara pencari ilmu.”
BAB IV : ETIKA BERGAUL DALAM ISLAM
A. A. Pengertian Etika Bergaul
Etika
ialah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban. Dalam Bahasa Arab, etika biasa disebut dengan adab yaitu kebiasaan
atau aturan tingkah laku praktis yang mempunyai muatan baik yang diwariskan
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Menurut al-Jurjani, adab adalah
pengetahuan yang dapat menjauhkan seseorang dari kelalaian. Sedangkan Bergaul
ialah berbaur dengan individu atau kelompok lain. Jadi yang dimaksud dengan
etika bergaul adalah aturan tingkah laku untuk berinteraksi dan berkomunikasi
dengan sesama manusia sehingga terjalin hubungan tingkah laku yang baik antar
individu.
B. B. Macam-macam Etika Bergaul dan Praktiknya
Dalam
bergaul kita sering berinteraksi dengan orang dewasa, teman sebaya, anakanak,
dan lawan jenis. Dalam interaski tersebut, kita menemukan beberapa perbedaan
cara berinteraksi dengan mereka. Terkadang seseorang berkata dengan menggunakan
wibawanya, terkadang pula orang akan berkata dengan riang gembira ketika
bertemu dengan anak-anak. Berdasarkan segi umur lawan bicara, etika bergaul ada
tiga yaitu
1. Etika
bergaul dengan orang yang lebih tua.
2. Etika
bergaul dengan teman sebaya
3. Etika
bergaul dengan orang yang lebih muda
C. C. Pentingnya Etika Bergaul
Etika
bergaul sangatlah penting dalam agama Islam. Hal ini dikarenakan dalam etika
bergaul terdapat dalam salah satu dari unsur Islam, Iman dan Ihsan. Etika
bergaul merupakan praktik dari ajaran Islam dan bukti akan keyakinan terhadap
agama Islam. Itu semua tidak bisa dipisah-pisahkan.