Senin, 23 Oktober 2023

BAB V : SURI TELADAN EMPAT IMAM MAẒHAB FIKIH

 A.  Imam Abu Hanifah

1.      Biografi Imam Abu Hanifah

Nu’man bin Tsabit bin Marzuban atau Abu Hanifah lahir di kota Kufah pada tahun 80 H/699 H dan wafat di kota Baghdad pada tahun 150 H/767 M. Beliau tumbuh di dalam keluarga yang saleh dan kaya. Ayahnya, Tsabit merupakan seorang pedagang sutra yang masuk Islam masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Sejak kecil beliau sudah hafal al-Qur’an dan menghabiskan waktunya untuk terus-menerus mengulangi hafalan agar tidak lupa. Pada bulan Ramadan, Abu Hanifah bahkan bisa mengkhatamkan al-Qur’an berkali-kali. Pada awalnya beliau menganggap bahwa belajar agama bukan tujuan utama karena sebagian besar waktunya dihabiskan untuk berdagang di pasar. Namun, setelah bertemu dengan seorang ulama besar, al-Sya’bi beliau mulai serius dalam belajar agama. Al-Sya’bi mengatakan kepada Abu Hanifah, “Kamu harus memperdalam ilmu dan mengikuti halaqah para ulama karena kamu cerdas dan memiliki potensi yang sangat tinggi,” tutur al-Sya’bi. Setelah itu, Imam Abu Hanifah pun mengikuti halaqah Hammad bin Abu Sulaiman. Beliau belajar selama 18 tahun kepada Hammad sampai guru beliau wafat pada 120 H. Imam Abu Hanifah pernah pergi dari Kufah menuju Makkah untuk menunaikan ibadah haji dan berziarah ke kota Madinah. Dalam perjalanan ini, beliau berguru kepada, Atha` bin Abi Rabah, ulama terbaik di kota Makkah dari generasi tabi’in. Jumlah total guru Imam Abu Hanifah adalah tak kurang dari 4000 orang guru. Di antaranya 7 orang dari sahabat Nabi, 93 orang dari kalangan tabi’in, dan sisanya dari kalangan tabi’ at-tabi’in. Imam Abu Hanifah dikenal dengan ulama yang terbuka. Beliau mau belajar dengan siapapun semisal dengan tokoh muktazilah dan syi’ah. Meskipun demikian, beliau tidak fanatik dengan pemikiran gurunya. Sa’id bin Abi ‘Arubah mengatakan, “Saya pernah menghadiri kajian Abu Hanifah dan dia memuji Ayo Mendalami 89 Utsman bin Affan. Saya tidak pernah sebelumnya mendengar orang memuji Utsman di Kufah”. Sikap terbuka ini tertanam karena terbiasa hidup dengan kelompok yang berbeda. Abu Hanifah selalu berpesan kepada murid-muridnya agar selalu menjaga adab dan tutur kata ketika berhadapan dengan masyarakat, terutama orang yang berilmu. Pesan ini selalu disampaikan agar masyarakat bisa dekat dan tidak resah dengan pendapat yang disampaikan. Imam Abu Hanifah tidak mau menerima bantuan pemerintah. Seluruh biaya hidupnya ditanggung sendiri dan diperoleh dari hasil usaha dagangannya. Hal yang berbeda dengan Malik bin Anas, pendiri Mazhab Maliki yang biaya hidupnya ditanggung seluruhnya oleh baitul mal. Abu Hanifah hidup dalam dua kekuasaan Umayyah selama 5 tahun dan 18 tahun dengan Abbasiyah. Saat Bani Umayyah atau pun Abbasiyah, Imam Abu Hanifah pernah ditawari jabatan hakim dan menolak tawaran tersebut. Hal tersebut membuatnya dipenjara dan dicambuk berkali-kali hingga akhirnya beliau keluar dari penjara dan wafat.

2.      Kisah Imam Abu Hanifah Yang Perlu Diteladani

a. Saling memuji dan berbaik sangka Ketika Imam Malik berkata, “Saya merasa tidak punya apa-apa ketika bersama Abu Hanifah, sesungguhnya ia benar-benar ahli fikih wahai orang Mesir, wahai al-Laits” Kemudian al-Laits pun menceritakan ucapan pujian Imam Malik kepada Imam Abu Hanifah. Lalu beliau menjawab, “Bagus sekali ucapan Imam Malik terhadap anda”. Dan beliau menambahkan, “Demi Allah, saya belum pernah melihat orang yang lebih cepat memberikan jawaban yang benar dan zuhud serta sempurna melebihi Imam Malik”.

b. Bersikap terbuka dan mau menerima kritikan

 

B.B. Imam Malik bin Anas

1.      Biografi Imam Malik bin Anas

Malik bin Anas bin Malik bin `Amr, al-Imam, Abu `Abd Allah al-Humyari al-Asbahi al-Madani lahir di Madinah pada tahun 93 H / 714 M dan wafat pada tahun 179 H / 800 M. Beliau adalah pendiri Maẓhab Maliki yang ahli di bidang fikih dan hadis. Beliau juga merupakan penyusun kitab al-Muwaththa’ yang menghabiskan waktu 40 tahun dan kitabnya telah diperlihatkan kepada 70 ahli fikih di Madinah. Anas, ayah beliau merupakan periwayat hadis dan Malik bin ‘Amr, kakek beliau adalah ulama dari kalangan tabi’in. Kakeknya banyak meriwayatkan hadis dari tokoh-tokoh besar sahabat, seperti Umar bin Khattab, Utsman bin ‘Affan, Thalhah bin ‘Ubaidillah, Ummul Mukminin ‘Aisyah, Abu Hurairah, Hasan bin Tsabit dan ‘Uqail bin Abi Thalib.

2.      Kisah Imam Malik Yang Perlu Diteladani

Kisah yang dapat diteladani dari Imam Malik ialah berani berkata tidak tahu kepada penanya. Hal ini penting karena sebagai seorang yang berpengetahuan terkadang sulit atau bahkan gengsi untuk mengatakan tidak tahu. Sebuah riwayat dari Ibnu Mahdi menyatakan bahwa ada seorang lelaki bertanya kepada Imam Malik tentang sebuah masalah. Imam Malik menjawab, “Lā uhsinuhā (aku tidak mengerti masalah itu dengan baik)”. Lalu lelaki itu berkata lagi, “Aku telah melakukan perjalanan jauh untuk bertanya kepadamu tentang masalah ini”. Imam Malik lalu berkata kepadanya, “Ketika kau kembali ke tempat tinggalmu, kabarkan pada masyarakat di sana bahwa aku berkata kepadamu bahwa aku tidak mengerti dengan baik masalah tersebut”

C.     CImam Syafi’i

1.      Biografi Imam Syafi’i

Abū ʿAbdullāh Muhammad bin Idrīs al-Syafiʿī atau Muhammad bin Idris asySyafi`i atau Imam Syafi’i adalah seorang mufti besar Sunni Islam dan juga pendiri madzhab Syafi’i. Beliau lahir pada tahun 150 H di Gaza, Palestina, pada tahun yang sama wafat Imam Abu Hanifah, seorang ulama besar Sunni Islam dan beliau wafat pada malam Jum’at menjelang subuh pada hari terakhir bulan Rajab tahun 204 H atau tahun 809 M pada usia 52 tahun Beliau dinamai ayahnya, Idris bin Abbas ketika mengetahui bahwa istrinya, Fatimah al-Azdiyyah sedang mengandung. Idris bin Abbas berkata, “Jika engkau melahirkan seorang putra, maka akan aku namakan Muhammad, dan akan aku panggil dengan nama salah seorang kakeknya yaitu Syafi’i bin Asy-Syaib”.

2.      Kisah Imam Syafi’i Yang Perlu Diteladani

a.       Tidak sewenang-wenang meskipun kepada murid

b.      Mendamaikan perselisihan

D.   D.  Imam Ahmad bin Hanbal

1.      Biografi Imam Ahmad bin Hanbal

Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal atau Ahmad bin Hanbal lahir di Baghdad, pada bulan Rabiul Awal tahun 164 H. Saat masih kanak-kanak, Imam Ahmad bin Hanbal telah ditinggal wafat oleh ayahnya yang gugur dalam pertempuran melawan Bizantium. Sedangkan kakeknya, Hanbal, adalah seorang gubernur pada masa Dinasti Umayyah. Imam Ahmad menghafal al-Qur`an di usia belia dan mulai mengumpulkan hadis dan mendalami fikih sejak umur 15 tahun. Sampai umur 19 tahun, beliau mencari ilmu di Baghdad. Setelah belajar di Baghdad, beliau berkelana ke banyak daerah, seperti Kufah, Basrah, Makkah, Madinah, Yaman dan Syam, guna berguru kepada ulama terkemuka setempat.

2.      Kisah Imam Ahmad bin Hanbal Yang Perlu Diteladani Imam Ahmad bin Hambal dikenal sebagai pemuda yang cerdas dan gigih dalam menuntut ilmu. Pernah ada seseorang yang mempertanyakan kegigihannya itu. Ia berkata, “Sampai kapan engkau terus mencari ilmu pengetahuan? Padahal, engkau kini telah mencapai kedudukan mulia di antara pencari ilmu.”

0 komentar:

Posting Komentar

 

PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK MADRASAH ALIYAH KELAS 12 Template by Ipietoon Cute Blog Design