Sabtu, 21 Oktober 2023

BAB I : Cerminan Dan Nilai Mulia Al-Asma' Al-Husna

 A. Maha Pemaaf (Al-'Afuww)

1. Pengertian Al-'Afuww

Nama al-‘Afuww merupakan nama ke-83 dari 99 al-Asmā` al-Ḥusnā. Kata al- ‘Afuww, terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf ‘ain, fa`, dan wauw. Maknanya yaitu meninggalkan sesuatu dan memintanya. Dari sini lahir kata ‘afwu yang berarti meninggalkan sanksi terhadap yang bersalah (memaafkan). Dalam beberapa kamus kata ‘afwu berarti menghapus, membinasakan dan mencabut akar sesuatu. Kata al-‘Afuww berarti Allah Maha memafkan kesalahan hambanya. Pemaafan Allah tidak hanya tertuju pada mereka yang bersalah secara tidak sengaja atau melakukan kesalahan yang tidak diketahui, melainkan pemaafan secara universal diberikan kepada semua hamba-Nya bahkan sebelum mereka meminta maaf.

2. Teladan dari nama baik Al-‘Afuww

a. Meyakini bahwa Allah memaafkan kesalahan hambanya 

Sebagai umat Islam, kita harus meyakini bahwa kesalahan-kesalahan kita akan dimaafkan oleh Allah Swt. Tidak ada kesalahan yang tidak dimaafkan oleh Allah selama kita mau bertaubat. Allah Swt. Berfirman: dalam (QS. al-Anbiyā` [21]: 47.   Oleh karenanya, seyogyanya kita memahami bahwa kesalahan yang pernah dilakukan pasti telah dimaafkan oleh Allah apalagi jika disertai dengan pertaubatan atas kesalahan yang pernah dilakukan. Melakukan taubat adalah menyadari kesalahan hamba, meminta ampun atas kesalahan tersebut, dan berjanji untuk tidak melakukan kesalahan serupa kembali.

b. Perintah untuk menjadi manusia pemaaf dan penutup aib orang lain 

Untuk meneladani kata ‘afwu, maka kita harus menjadi seorang pemaaf dan berusaha menutup aib orang lain. Menjadi pemaaf dan menutup aib orang lain sekarang ini penting. Aktifitas sehari-hari dalam dunia nyata maupun dunia maya terkadang membuat kesalahan, baik sengaja maupun tidak sengaja. Oleh karenanya sikap pemaaf dan menutup aib orang lain harus dibiasakan dalam kehidupan-sehari hari.

B.  Maha Pemberi Rezeki (Ar-Razzāq)

1. Pengertian Ar-Razzāq 

Nama ar-Razzāq merupakan nama ke-18 dari 99 al-Asmā` al-Ḥusnā. Kata Ar Razzāq terambil dari akar kata ra`, za`, dan qaf, berarti rezeki atau penghidupan. Dalam KBBI, rezeki berarti sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan, dapat berupa makanan, nafkah, dan hal-hal lain. Imam Ghazali menjelaskan kata ar-Razzāq adalah Dia yang menciptakan rezeki dan menciptakan yang memberi rezeki, serta Dia pula yang mengantarnya kepada mereka dan menciptakan sebab-sebab sehingga mereka dapat menikmatinya. Dalam al-Qur`an, ayat-ayat yang menggunakan akar kata razaqa banyak ditemukan. Akan tetapi ayat yang mengandung kata ar-Razzāq hanya ditemukan pada Surah ad-Dzāriyāt [51]: 58

2. Teladan dari sifat Ar-Razzāq

a. Meyakini bahwa Allah menjamin rezeki setiap makhluk-Nya serta berusaha mendapatkan rezeki

Sebagai makhluk Allah, kita harus meyakini bahwa Dia telah menjamin rezeki makhluk-makhluknya. Tidak ada makhluk-Nya yang dibiarkan terlunta-lunta kecuali karena perbuatan pengerusakan dari makhluk-Nya sendiri.  Dengan jaminan rezeki yang Allah berikan ini, kita harus senantiasa berdoa kepada-Nya untuk diberikan petunjuk atas letak rezeki-Nya dan berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan rezeki yang telah dijamin oleh Allah.

b. Saling berbagi rezeki kepada makhluk lain

Sebagian dari cerminan nilai Ar-Razzāq dalam kehidupan di dunia ialah dengan senang hati membagikan rezeki dari Allah kepada setiap makhluk-Nya. Sikap membagikan rezeki kepada setiap makhluk Allah merupakan wujud dari perantara sampainya rezeki Allah. Sebagaimana Allah Swt.Dalam membagikan rezeki, kita tak diperkenankan untuk menyertainya dengan perbuatan maupun perkataan yang menyakiti hati. Perbuatan dan perkataan yang menyakiti hati akan melemahkan silaturahmi. Lebih baik berbuat dan berkata baik daripada membagikan rezeki dengan perbuatan dan perkataan yang buruk.

C. Maha Penguasa (Al-Malik

1. Pengertian Al-Malik

Nama al-Malik merupakan nama ke-18 dari 99 al-Asmā` al-Ḥusnā. Kata alMalik secara umum diartikan raja atau penguasa. Kata al-Malik terdiri dari huruf mim, lam, dan kaf yang rangkaiannya mengandung arti kekuatan dan kesahihan. Imam al-Ghazali menjelaskan arti al-Malik ialah Dia yang tidak butuh pada sesuatu dan Dia adalah yang dibutuhkan. Dia adalah Penguasa dan Pemilik secara mutlak segala hal yang ada. Hasilnya, al-Malik memiliki kuasa atas pengendalian dan pemeliharaan kekuasaan-Nya. Dalam al-Qur an, kata al-Malik terulang sebanyak lima kali. Dan dua diantaranya dirangkaikan dengan kata ḥaq dalam arti pasti dan sempurna yakni pada Surah Thāhā [20]: 114 dan Surah al-Mu`minūn [23]: 116.

2. Teladan dari nama baik Al-Malik 

a. Meyakini bahwa Allah Maha Menguasai segala kekuasaan 

Sebagai umat yang beriman, kita harus meyakini bahwa hanya Allah yang memiliki kuasa secara mutlak atas kuasa-Nya. Tidak ada kekuasaan yang mutlak  dari makhluknya meskipun itu raja atau pun presiden. Keduanya hanya diberikan tugas untuk mengatur dan mengelola kekuasaan Allah secara temporer. Kekuasaan Allah tidak terbatas adanya. Salah satu dari kekuasaan-Nya ialah bumi dan langit dengan segala hal yang menyertainya serta segala sesuatu yang kasat mata ataupun gaib.

b. Meminta izin kepada pemilik barang dan bertanggung jawab 

Keyakinan bahwa hanya Allah merupakan Pemilik dan Penguasa segala sesuatu membuat kita sebagai hambanya harus memikirkan tindakan yang akan dilakukan. Kita hidup di bumi milik-Nya. Itulah alasan kita untuk tak patut sewenang-wenang terhadap bumi-Nya. Kita harus meminta izin kepada-Nya dalam segala tindakan kita. Selain meminta izin kepada Allah, manusia diminta bertanggung jawab atas segala hal yang mereka lakukan lebih-lebih kepada orang yang dianugerahi kerajaan-Nya (dunia).

D. Maha Mencukupi dan Maha Pembuat Perhitungan (Al-Ḥasīb) 

1. Pengertian Al-Ḥasīb

Nama al-Ḥasīb merupakan nama ke-41 dari 99 al-Asmā` al-Ḥusnā. Kata al-Ḥasīb berakar kata dari huruf ḥa`, sin, dan ba` mempunyai arti menghitung dan mencukupkan. Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa al-Ḥasīb merupakan Dia yang mencukupi siapa yang mengandalkannya. Sifat ini tidak disandang kecuali Allah sendiri, karena Allah saja lah yang dapat mencukupi dan diandalkan oleh semua makhluk. Dalam al-Qur`an kata al-Ḥasīb dapat ditemukan pada empat ayat dengan rincian tiga ayat merujuk pada Allah, sedang satu ayat merujuk kepada manusia. Tiga 13 ayat yang merujuk kepada Allah dapat ditemukan pada Surah an-Nisā` [4]: 6, 86 dan Surah al-Aḥzāb [33]: 39. 

2. Teladan dari nama baik Al-Ḥasīb 

a. Meyakini bahwa hanya Allah yang memberi kecukupan dan membuat perhitungan 

Sebagai umat Islam, kita diharuskan untuk mempercayai bahwa Allah Maha Mencukupi setiap makhluk-Nya. Karena setiap makhluk-Nya butuh kepada Allah secara sadar maupun tidak sadar, maka mereka pun merasa tercukupkan dengan adanya Allah semata. Selain itu, kita harus mempercayai bahwa Allah akan melakukan perhitungan amal baik dan buruk secara teliti dan cepat karena Allah Maha Membuat Perhitungan.

b. Mengevaluasi diri secara konsisten 

Seorang yang mengimani al-Ḥasīb akan menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan. Jikalau hal ini berat dilakukan, maka paling tidak seseorang tersebut dapat merasa berkecukupan dengan apa yang Allah anugerahkan kepadanya. Untuk menjadikan Allah sebagai tujuan hidup, maka kita dapat melewati beberapa syarat yaitu, 1) Mengevaluasi diri secara konsisten, 2) Mencari hakikat manusia dalam kehidupan. 

E. Maha Pemberi Petunjuk (Al-Hādi) 

1. Pengertian Al-Hādi

Nama al-Hādi merupakan nama ke-94 dari 99 al-Asmā` al-Ḥusnā. Kata al Hādi berakar kata dari huruf ha`, dal, dan ya` berarti tampil ke depan untuk memberi petunjuk dan menyampaikan dengan lemah lembut. Imam al-Ghazali menjelaskan makna al-Hādi berarti Dia yang Maha memberikan petunjuk kepada makhluk-Nya untuk mengenal diri-Nya. Kata al-Hādi tidak pernah disebutkan sama sekali dalam al-Qur`an. Akan tetapi dengan padanan kata hādi dan hād (tanpa alif dan lam), kata tersebut dapat ditemukan dalam al-Qur`an. Kata tersebut ditemukan sebanyak sepuluh kali dalam al-Qur`an.

2. Teladan dari nama baik Al-Hādi 

a. Meyakini bahwa petunjuk Allah adalah petunjuk paling sempurna Sebagai umat Islam, kita harus mempercayai bahwa Allah merupakan Dzat Yang Maha Memberi Petunjuk. Dan petunjuk Allah merupakan Petunjuk yang paling sempurna Makna petunjuk Allah sempurna berarti Allah memberikan petunjuk secara dinamis dan bertingkat-tingkat sesuai dengan manusia sendiri. Ada empat tingkatan yang diberikan Allah kepada manusia yaitu, 1) Potensi naluriah, contohnya tangisan bayi menunjukkan kebutuhan bayi akan ASI, 2) Panca Indera, contohnya melihat indahnya handphone terbaru di media sosial meskipun pada realitanya handphone tersebut ada banyak cacatnya, 3). Akal.

b. Membagikan petunjuk kepada orang lain dengan sungguh-sungguh dan tanpa pamrih 

Keempat tingkatan petunjuk Allah menunjukkan betapa luas petunjuk Allah atas makhluk-Nya. Sedangkan manusia merupakan makhluk yang penuh keterbatasan. Banyak manusia yang masih mendapati dan memahami petunjuk naluri atau pun panca indera namun belum mendapati petunjuk akal dan agama. Apapun alasannya, manusia memiliki tingkatan pemahaman dan kepekaan yang berbeda. Oleh karenanya, seseorang yang masih dalam tingkatan naluri dan panca indera dianjurkan memiliki sikap berani bertanya kepada seseorang yang lebih mengetahuinya. Dan sebaliknya seseorang yang lebih mengetahui dianjurkan untuk peka terhadap kebutuhan masyarakat sekitarnya.

F. Maha Pencipta (Al-Khāliq

1. Pengertian Al-Khāliq 

Nama al-Khāliq merupakan nama ke-12 dari 99 al-Asmā` al-Ḥusnā. Kata alKhāliq berakar kata dari huruf kha’, lam, dan qaf berarti mengukur dan menghapus.  

2. Teladan dari nama baik Al-Khāliq 

a. Meyakini bahwa Allah menciptakan sesuatu dengan sebaik-baiknya

Sebagai umat Islam, kita harus meyakini bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya. Tidak ada ciptaan Allah yang tidak sempurna kecuali makhluk-Nya menganggap dirinya tidak sempurna. Anggapan tentang ketidaksempurnaan ciptaan Allah merupakan suatu wujud ketidaksyukuran terhadap ciptaan Allah. Kita sebagai ciptaan Allah harus mensyukuri segala hal yang Allah tetapkan kepada kita dan kita harus yakin bahwa pasti ada hikmah dari ciptaan Allah tersebut. 

b. Motivasi berkreasi dan inovasi 

Setelah kita meyakini bahwa Allah menciptakan sesuatu dengan sebaik-baiknya, maka perilaku yang dapat menunjukkan cerminan terhadap al-Khāliq ialah kreatif dan inovatif. Kreatif berarti memiliki daya cipta atau kemampuan untuk menciptakan. setiap orang mampu menciptakan sesuatu yang berada dalam dirinya. Contohnya mobil esemka yang dibuat oleh anak-anak Indonesia. Dan inovatif berarti memperkenalkan sesuatu yang bersifat pembaharuan atau kreasi baru. Inovasi di sini menunjukkan bahwa adanya upgrade pada bagian-bagian kreasi sebelumnya menjadi kreasi baru. Contohnya lampu-lampu jalan yang dulunya dialiri listrik dari PLN, sekarang banyak dialiri oleh energi surya. Jadi, dengan mendalami nama al-Khāliq, kita seyogyanya lebih mengeksplorasi dunia sehingga muncul ide-ide dan aksi kreatif juga inovatif.

G. Maha Bijaksana (Al-Ḥakīm) 

1. Pengertian Al-Ḥakīm 

Nama al-Ḥakīm merupakan nama ke-47 dari 99 al-Asmā` al-Ḥusnā. Kata al-Ḥakīm berakar dari huruf ḥa`, kaf, dan mīm berarti bijaksana. Nama al-Ḥakīm menunjukkan bahwa Allah Mahabijaksana atas segala sesuatu. Dengan kebijaksanaan-Nya, Allah memberikan manfaat dan kemudahan makhluk-Nya atau menghalangi dan menghindarkan terjadinya kesulitan bagi makhluk-Nya. Tidak ada keraguan dan kebimbangan dalam segala perintah dan larangan-Nya, dan tak satu pun makhluk yang dapat menghalangi terlaksananya kebijaksanaan atau hikmah-Nya Imam al-Ghazali menjelaskan kata al-Ḥakīm dalam arti pengetahuan akan sesuatu yang paling utama. Karena Dia mengetahui ilmu yang abadi dan hanya Dia yang mengetahui wujud yang mulia.

2. Teladan dari nama baik Al-Ḥākim 

a. Meyakini bahwa Allah Maha Bijaksana atas segala sesuatu 

Sebagai umat Islam, kita wajib menerima segala hal yang telah diberikan Allah kepada kita. Bahkan kita harus berpikir positif dalam memahami kebijaksanaannya. 

b. Bersifat bijaksana 

Sifat bijaksana merupakan selalu menggunakan pengetahuan dan pengalaman serta pandai berhati-hati apabila menghadapi kesulitan dan sebagainya. Sifat ini tidak bisa timbul jika seseorang tidak memiliki keluasan dan kedalaman berpikir. Oleh karenanya untuk menunjukkan cerminan pada kata al-Ḥakīm, kita harus profesional pada cabang ilmu pengetahuan tertentu lalu mengintegrasikan cabang ilmu satu dengan yang lain. Untuk bersikap profesional, kita memerlukan motivasi-motivasi yang dapat menunjang tingkat keprofesionalan seseorang. Adapun motivasinya antara lain, 1) Bersungguh-sungguh dan teliti dalam mengerjakan sesuatu 2) Pantang menyerah atas hasil yang buruk 3) Mengejar hasil yang lebih baik 4) Selalu mengevaluasi proses dan hasil yang lalu 

0 komentar:

Posting Komentar

 

PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK MADRASAH ALIYAH KELAS 12 Template by Ipietoon Cute Blog Design